JURNAL 3 TENTANG EFEKTIVITAS KELOMPOK KOMUNIKASI SOSIAL UNTUK ANAK AUTIS
EFEKTIVITAS KELOMPOK
KOMUNIKASI SOSIAL
UNTUK ANAK-ANAK DENGAN
GANGGUAN SPEKTRUM AUTIS
DI SEKOLAH MAINSTREAM
ABSTRAK
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keefektifan program Social
Communication Group (SCG) 10 minggu yang melibatkan enam anak yang didiagnosis
dengan autisme.
Spectrum Disorder (ASD). Sesi
dilakukan di sekolah arus utama yang dihadiri oleh anak-anak. Studi ini
mengevaluasi keefektifan program dalam meningkatkan keterampilan komunikasi
sosial yang spesifik di masing-masing peserta, dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya mengenai kelompok keterampilan sosial yang hasilnya lebih umum.
Kemampuan komunikasi sosial anak-anak dinilai pre-and post-therapy oleh penulis
pertama, orang tua dan Learning Support Assistants (LSAs) untuk memungkinkan
perbandingan. Formulir umpan balik yang diisi oleh LSA dan pengamatan penulis
pertama memungkinkan evaluasi kinerja setiap anak selama sesi berlangsung.
Kuesioner yang diberikan sebelum dan sesudah terapi kepada orang tua dan LSA
diharapkan dapat memberikan bukti generalisasi keterampilan komunikasi sosial
di rumah dan di sekolah. Data kualitatif dan kuantitatif yang diperoleh dari
penelitian kelompok kecil ini menunjukkan bahwa metode intervensi ini efektif
dalam meningkatkan keterampilan komunikasi sosial anak-anak dengan ASD.
Meskipun semua peserta menunjukkan peningkatan dalam keseluruhan kinerja
mereka, sasaran spesifik yang ditargetkan melalui aktivitas terstruktur yang
memotivasi dan berulang menghasilkan peningkatan persentase yang lebih tinggi.
Faktor-faktor seperti bahasa utama anak-anak, status pra-terapi dan pemahaman
mereka pada tingkat percakapan tampaknya berdampak pada peningkatan individual
mereka. Generalisasi keterampilan yang diperoleh selama terapi terbatas karena
bergantung pada komitmen orang tua dan LSA dalam menerapkan tujuan program di
rumah dan di sekolah.
* Kata kunci Autisme Spectrum Disorder,
komunikasi sosial, terapi kelompok, sekolah arus utama, studi kasus
Pengembangan komunikasi
sosial diperlukan untuk penggunaan komunikasi verbal dan non verbal yang
memadai untuk tujuan sosial, di berbagai konteks dan dengan mitra komunikasi
yang berbeda (Prizant & Wetherby, 2005). Menurut edisi kelima Manual
Diagnostik dan Statistik Mental Disorders (DSM-V) (American Psychiatric Association,
2013), salah satu kriteria yang diperlukan untuk mendiagnosis Autism Spectrum
Disorder (ASD) adalah gangguan komunikasi sosial dan interaksi sosial, termasuk
defisit dalam hubungan timbal balik sosial-emosional, defisit dalam perilaku
komunikatif non-verbal yang digunakan untuk interaksi sosial dan defisit dalam
mengembangkan dan memelihara hubungan. Ada dua teori utama yang mencoba
menjelaskan defisit sosial di ASD, yaitu Teori Pikiran dan teori motivasi
sosial. Penelitian sebelumnya telah mendukung hipotesis bahwa Theory of Mind
terganggu pada anak-anak dengan ASD (Baron-Cohen, 2000). Teori Pikiran
diperlukan untuk memahami keadaan mental orang lain, termasuk keyakinan,
keinginan, niat dan emosi mereka (Baron-Cohen, 2001). Dengan kata lain, anak-anak
dengan ASD merasa sulit untuk menyimpulkan pemikiran orang lain. Kerusakan
Teori Pikiran akan mengakibatkan kesulitan selama komunikasi sosial (Cummings,
2009). Sebaliknya, beberapa teori mengemukakan bahwa defisit komunikasi sosial
muncul dari kurangnya motivasi sosial dan bukan gangguan dalam kognisi sosial.
Model motivasi sosial menunjukkan bahwa karena gangguan pada perhatian sosial
awal, pengalaman belajar sosial anak-anak dengan ASD akan terbatas selama
pengembangan. Oleh karena itu, sebagai akibat dari preferensi mereka terhadap
rangsangan non-sosial, penurunan keterampilan sosial dan perkembangan kognitif
sosial akan lebih signifikan (Brodkin et al., 2012).
Intervensi
keterampilan sosial harus menjadi bagian dari program terapeutik anak-anak dengan
ASD karena tidak mungkin keterampilan ini akan meningkat secara spontan (Flood
et al., 2010). Selanjutnya, gangguan dalam berinteraksi dengan orang lain
membatasi perkembangan kemampuan komunikasi sosial anak-anak ini. Intervensi
yang menargetkan komunikasi sosial harus berfokus pada mendorong perolehan
keterampilan, meningkatkan kinerja keterampilan, menghilangkan perilaku negatif
yang bersaing dan memfasilitasi generalisasi (Gresham, Horner & Sugai,
2001). Menurut Forness et al. (1999), intervensi lebih efektif bila menargetkan
ketrampilan spesifik daripada pada saat umum. Selain itu, sesi terapi sering
akan menghasilkan hasil yang lebih positif (Gresham et al., 2001).
Keterampilan
komunikasi sosial umumnya ditargetkan menggunakan pendekatan perilaku yang
melibatkan pemodelan, dorongan dan penguatan (Baker, 2010). Strategi ini dapat
diimplementasikan dalam program Social Communication Group (SCG). Intervensi
dalam sekelompok kecil individu yang mengalami kesulitan komunikasi sosial akan
memberi mereka kesempatan untuk berinteraksi selama percakapan dan permainan
sambil memungkinkan mereka membentuk pertemanan (Baker, 2010). Generalisasi
pada anak-anak dengan ASD tidak terjadi secara spontan dan harus digabungkan
sebagai bagian dari program terapi (Flood et al., 2010).
Penelitian SCG
untuk anak-anak dengan ASD telah menunjukkan hasil yang tidak konsisten karena
beragamnya peserta dan juga metode dan pengukuran yang berbeda yang digunakan
di seluruh penelitian (misalnya Barry et al., 2003; Chc et al., 2007; Dittner
et al., 2007; 2006; Fombonne et al., 2007; Jones et al., 2004). Bukti mengenai
keefektifan SCG diperlukan untuk membuktikan bahwa sumber daya dimanfaatkan
dengan baik (Cicchetti et al., 2009). Penelitian harus bertujuan untuk
menetapkan metode intervensi yang sesuai bagi individu dengan ASD untuk
menghindari perawatan dengan risiko tambahan (Offit, 2008). Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan SCGs untuk anak-anak dengan
ASD yang menghadiri sekolah umum. Pendekatan studi kasus diadopsi, sehingga
memungkinkan evaluasi kelompok rinci dengan mengacu pada karakteristik individu
setiap anak. Selain mengidentifikasi keterampilan komunikasi khusus yang
ditingkatkan pada anak-anak setelah mengikuti program SCG, studi ini mengevaluasi
faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi perbaikan secara individual. Ini juga
mencari bukti generalisasi keterampilan yang diperoleh selama sesi berlangsung
sampai pengaturan sehari-hari.
Komentar
Posting Komentar